Wahai cahaya yang kupanggil istri,
dalam tubuhmu cinta menari,
janin kecil titipan Ilahi,
menumbuhkan langit di bumi ini.
Langkahmu lirih seperti doa,
mengayun sabar dari jiwa ke jiwa,
peluhmu suci, tangismu mulia,
semua luka berpahala jua.
Kupandangi engkau di kala senyap,
dalam matamu, langit merekap,
perutmu buncit, namun tak berat,
karena cinta membuatnya kuat.
Kau bukan hanya wanita biasa,
namun rahim semesta yang bertahta,
yang di dalamnya Tuhan bicara,
dengan bahasa cahaya dan cinta.
Aku tak pandai menulis kitab,
tapi cintamu lebih dari sebab,
mengandung hidup, bukan sekadar harap,
bukti doa yang tak pernah lenyap.
Maka teruslah bernapas tenang,
meski tubuhmu mulai renggang,
karena setiap detik yang kau pegang,
adalah zikir yang paling terang.